what I learned from previous romantic relationship(s) yg menghabiskan usiaku di remaja (13)—young adult (23) wkwkw lama juga 10th:
life is whether you win or you have lesson—&in my fields of expertise🤓☝🏻, 22nya selalu beriringan. there a set of rule of dating yg tida akan perna mampu dibawa jauh u. mengarungi naik-turun pernikahan walaupun dengan sebanyak apapun cinta, support, kebahagiaan&keserasian, dan lamanya durasi berpacaran—pernikahan itu beda (umum dulu ya, secara nilai spiritual kpn2).
secara umum, ekspektasi pasangan yg dating semakin tinggi tuntutannya & seringkali gamasuk akal (both genders, long-term, >4yrs). jujur, aku dulu dating buat seneng2an&belajar tipis2 tentang hidup domestik. tapii aku jg punya support system lain yg jadi cushion saat aku jatuh—jadi aku tetep bisa thriving & ga ngerepotin pasanganku. kembali lagi, 1 kesepakatan dariku di awal setiap me&my partner decided to be in one journey: “I'm not your therapist.” bahkan itu aku tulis di bio dating apps saat itu. mereka semua setuju&berkhianat jg akhirnya (wkwkwk maaf vulgar diksinya).
daaan ternyata setelah waktu berlalu, mulai keliatan mereka punya emotional baggage entah ttg aspirasi diri mereka; tujuan hidup mereka; kesalahan pengasuhan ortu; nilai spiritual; trust issues; self esteem issues; trauma(s). becanda2an mereka ke aku itu sama. dgn tona: “ih kamu mah bisa ya engage sama video essay/podcast/lectures di yt >1 jam tentang self dev,psikologi&refleksi. aku mah gabisa, malah ngantuk dan bosen.” tapi masalahnya mereka jg ga tambah ilmu dg media lain gitu loooo (gregetan). they just doomscroll with 9gag, tiktok and x bits of this and that ‘personality test/Spotify vibe’. kalau tida suka dengar, bisa u. baca buku, engaged in scientific discussion with other people, going to therapy, attending lecture dan menimba ilmu langsung-berguru; CARI mentor&komunitas; journaling; join stackable/beneficial club/classes; dsb-BANYAK HAL loh untuk upgrade kapasitas diri, udah dimudahkan bahkan bisa sambil rebahan aja (kalau ada keinginan, pasti ada jalan). we are in desperate need of third places outside work&home, nah disini peran pengembangan diri masuk.
benang merahnya –> when someone refused to learn&build a strong support system outside their partner, mereka akan merasakan kegelapan dan susah bahkan u. meraba, let alone menyelesaikan masalah di berbagai bidang. yg ada malah buka2 koper lama terus. frase bahasa Inggrisnya: regurgitating (love this phrase) & living in the past, memproyeksikan kelemahan diri mereka ke pasangannya (shift-blaming).
1 hal yg aku inget terus dari guruku: meraih kebahagiaan dunia itu butuh ilmu, meraih keselamatan & surga itu juga jalannya ilmu both of them need verifiable sources—walaupun tida mesti pakai pendekatan natural science & kombinasikan jg dgn empati. generate uang butuh ilmu, bayar pajak butuh ilmu, cari rumah butuh ilmu, budgeting gaji butuh ilmu, pertahankan hubungan butuh ilmu, regulasi emosi butuh ilmu, parenting butuh ilmu, bahkan menjawab pertanyaan alam kubur juga butuh ilmu & pengamalan. kebutuhan kita akan ilmu lebih mendesak, sama seperti kebutuhan kita akan udara untuk bernapas—daripada kebutuhan kita akan makan&minum.
intinyaa kalau kita berhenti belajar dan memilih u. ‘going with the flow’ sama aja itu mati. ikan yg going with the flow kan ikan yg uda mati—tida ada usaha u. berenang&melawan arus lagi. guruku jg bilang & aku baru ngeh: being an adult isn't an age-related game but insight-game. banyak orang yg tubuhnya menua, udah >40 tahun&bahkan punya anak tapi emotional regulationnya masih kaya anak 5 tahun suka tantrum dan ini BUANYAaaaaK BANGET.