Mukmin yang kuat itu tidak terjebak oleh masa lalu. Apalagi yang sudah jauh berlalu. Ia otomatis move on, sebab tatkala ditimpa sesuatu, ia segera bergerak ke depan. Tidak membiarkan dirinya berkata “لَوْ” (seandainya) dan sibuk menyesali masa lalu. Tidak boleh menengok masa lalu? Boleh, sekedar untuk mengambil pelajaran. Bahan evaluasi. Tetapi bukan untuk berandai-andai, tidak pula meratapi. Alih-alih berkata “لَوْ” (seandainya), ia menyatakan “qadaruLlah wa ma sya-a fa’alah.” fa’ala (Allah telah mentakdirkan hal ini dan apa yang dikehendaki-Nya pasti terjadi). Apa buruknya berkata “seandainya” untuk sesuatu yang sudah berlalu? Membuka pintu-pintu ‘amalan syaithan, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Hari ini, banyak sekali syubhat rusak yang berkembang atas nama menyembuhkan luka masa lalu. Apakah trauma dibiarkan begitu saja? Tidak. Begitu pula kekecewaan yang mendalam. Tetapi jika tidak berhati-hati, sangat banyak syubhat berkarat yang berkembang dalam urusan ini. Dan hal terpenting yang seharusnya kita perhatikan adalah tuntunan Nabi Muhammad ﷺ agar kita dapat menjadi orang-orang yang auto move on. Pada saat yang sama, sebagai orangtua maupun guru, penting untuk mendidik anak agar memiliki empat sikap dasar sesudah iman yang diperlukan untuk menjadi mukmin yang kuat. Empat sikap dasar itu merupakan pelajaran berharga dari hadis tentang mukmin yang kuat.